Hari Perempuan Internasional

Industri garmen Indonesia perangi ketidaksetaraan gender dan berdayakan pekerja perempuan

Better Work Indonesia (BWI), kemitraan antara ILO dan International Finance Corporation (IFC), mempromosikan kesetaraan gender melalui serangkaian program pelatihan yang memberikan kesempatan lebih besar bagi pekerja perempuan untuk tumbuh dan berkembang.

News | Jakarta, Indonesia | 08 March 2022
Indonesia merupakan salah satu produsen garmen dan tekstil terpenting di dunia. Negara ini menguasai 2,4 persen pangsa pasar global, menjadikannya berada di peringkat keenam pemasok dunia. Berkontribusi besar pada pencapaian ekonomi nasional, industri ini sangat bergantung pada pekerja perempuan. Mempekerjakan 5,2 juta pekerja, pekerja perempuan merupakan tenaga kerja yang dominan di semua pabrik garmen dan tekstil di tanah air.

Seorang penyelia perempuan sedang mengawasi kualitas pekerjaan di pabrik garmen. (c) ILO-BWI
Namun, ironisnya, perempuan mendapatkan kondisi kerja yang paling buruk, mengalami risiko yang lebih besar dalam keselamatan baik secara mental maupun fisik, sementara, pada saat yang sama, mengalami kesenjangan upah dan ketimpangan dalam karier. Kondisi ini bahkan diperparah dengan kurangnya keterwakilan perempuan di forum konsultatif, komite pekerja-manajemen dan di dalam pengurus serikat pekerja.

Dengan perubahan ini, bawahan saya menjadi lebih produktif dan alur kerja kami juga lebih lancar."

Devi, penyelia PT Leading Garment Industries
Dalam upaya memerangi ketidaksetaraan gender, Better Work Indonesia (BWI)—kemitraan unik ILO dan International Finance Corporation (IFC)—dengan dukungan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT), melakukan program intervensi, yang berfokus pada penghapusan pelecehan seksual dan promosi kepemimpinan positif. Program pelatihan ini dirancang untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi pekerja perempuan agar dapat tumbuh dan berkembang dalam struktur kerja pabrik.

Shelly Woyla Marliane, ketua tim pelatihan BWI, menjelaskan bahwa diskriminasi berbasis gender terjadi mulai dari proses rekrutmen hingga proses produksi. “Kondisi kerja yang buruk ini begitu dianggap normal dan sangat jarang dibahas, membuat ketidaksetaraan gender menjadi masalah terbesar bagi salah satu produsen barang ekspor terpenting di negeri ini,” katanya.

Oleh karena itu, ia menambahkan bahwa Respectful Workplace Program (RWP) dan Pelatihan Keterampilan Penyelia (SST), mendorong pekerja untuk berkomitmen dalam menciptakan perbedaan positif di tempat kerja. Dengan menggunakan metode diskusi interaktif, studi kasus, refleksi dan simulasi, program pelatihan ini mendorong peserta untuk mengatasi berbagai masalah pelecehan seksual dan menaiki tangga hirarki di tingkat pabrik.

Hingga 2021, BWI berhasil menyelenggarakan empat gelombang pelatihan RWP di 18 pabrik yang melibatkan 70 peserta yang sebagian besar adalah perempuan. Usai pelatihan, beberapa peserta mengatakan bahwa ilmu yang mereka pelajari ini tidak hanya dapat diterapkan di pabrik, tetapi juga di rumah dan komunitasnya.

“Peserta juga mendapatkan pemahaman baru bahwa kebiasaan tertentu yang sebelumnya dianggap normal sebenarnya masuk dalam spektrum pelecehan seksual,” tambah Shelly.

Sejumlah peserta program pelatihan. (c) ILO-BWI
Selain itu, program SST juga mendorong para penyelia dan calon penyelia pabrik untuk memahami keterampilan memimpin secara profesional. Kendati mayoritas penyelia di pabrik garmen BWI di Indonesia adalah perempuan, mereka sebelumnya tidak diberikan pelatihan mengenai bagaimana menjadi penyelia yang efektif dan profesional.

Agen perubahan harus berasal dari mereka yang berada di tempat kerja. Oleh karena itu, perwakilan manajemen dan pekerja harus saling bahu membahu dalam menciptakan dan mencapai kesetaraan gender."

Shelly Woyla Marliane, ketua tim pelatihan BWI
Metodologi SST telah melatih penyelia pabrik-pabrik BWI selama bertahun-tahun dan terbukti mampu meningkatkan produktivitas pabrik yang menjalankan program ini, terutama saat perempuan yang diberikan pelatihan. Pada 2021, BWI dengan dukungan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) menjalankan kembali pelatihan ini yang mencapai lebih dari 12 pabrik dengan 56,6 persen peserta perempuan.

Devi, penyelia PT Leading Garment Industries, mengakui bahwa SST telah membantunya menjadi pemimpin yang lebih baik dan membuatnya mampu mengendalikan emosi dengan lebih baik. “Bawahan saya dulu membenci saya karena tidak bisa mengendalikan ucapan saya. Saya biasa menyakiti mereka untuk membuat mereka menuruti apa yang saya katakan,” ungkap Devi. Setelah mengikuti pelatihan, ia kini menggunakan pilihan kata-kata yang lebih lunak dan menurunkan nada suara. “Dengan perubahan ini, bawahan saya menjadi lebih produktif dan alur kerja kami juga lebih lancar,” tambahnya.

Shelly menyimpulkan bahwa melalui program pelatihan ini, industri garmen diharapkan dapat lebih mendukung hak-hak pekerja dan mampu menciptakan tempat kerja yang adil dan inklusif dengan dialog sosial yang kuat dan penguatan pekerja. “Agen perubahan harus berasal dari mereka yang berada di tempat kerja. Oleh karena itu, perwakilan manajemen dan pekerja harus saling bahu membahu dalam menciptakan dan mencapai kesetaraan gender.”