Mediator memainkan peran kunci dalam mendorong kerja sama bipartit di era normal baru

Selama beberapa bulan dan tahun mendatang, pandemi COVID-19 kemungkinan masih memberikan dampak dramatis pada semua aspek kehidupan dan bisnis, termasuk perselisihan dan penyelesaiannya. Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi, peran mediasi dan mediator untuk membantu menyelesaikan perselisihan di tempat kerja menjadi semakin penting.

News | Jakarta, Indonesia | 29 November 2021
Untuk memperkuat kapasitas mediator Indonesia di negara ini dan untuk meningkatkan penyelesaian perselisihan bipartit, ILO bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan menyelenggarakan webinar pada 16 November, yang kemudian diikuti oleh dua pelatihan praktis untuk para mediator di seluruh Indonesia pada 17-18 dan 22-23 November.

Webinar interaktif untuk meningkatkan mekanisme penyelesaian bipartit
Adriani, Direktur Mediasi Kementerian Ketenagakerjaan, menyoroti pentingnya mediator dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis di masa pandemi. Pandemi telah berdampak signifikan pada dunia kerja Indonesia, yang menyebabkan hilangnya pekerjaan dan jam kerja.

Data nasional menunjukkan bahwa masyarakat yang kehilangan jam kerja berkurang dari 24 juta pada Agustus 2020 menjadi 17 juta pada Agustus 2021. Artinya, kondisinya semakin membaik, namun mekanisme bipartit dan peran mediator perlu terus diperkuat."

Adriani, Direktur Mediasi Kementerian Ketenagakerjaan
“Namun, kondisi saat ini sudah semakin membaik dan kemajuan sudah mulai terlihat. Data nasional menunjukkan bahwa masyarakat yang kehilangan jam kerja berkurang dari 24 juta pada Agustus 2020 menjadi 17 juta pada Agustus 2021. Artinya, kondisinya semakin membaik, namun mekanisme bipartit dan peran mediator perlu terus diperkuat, ” ujarnya dalam sambutan pembukaan di hadapan 400 peserta.

Menyoroti pentingnya kolaborasi bipartit melalui dialog sosial, Arun Kumar, Spesialis Hubungan Industrial ILO, memaparkan bahwa negara-negara dengan dialog sosial yang baik mampu menangani masalah ketenagakerjaan. “Di Singapura, misalnya, komite tripartitnya mampu mengelola kelebihan tenaga kerja akibat pandemi, sedangkan di Jepang, organisasi pengusaha dan pekerja sepakat untuk menerapkan sistem kerja fleksibel demi menghindari PHK,” Arun berbagi.

Perundingan bipartit adalah kunci

Testimoni dari para mediator di tingkat provinsi
Menanggapi pentingnya dialog sosial, dua mediator dari Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Utara, Umi Hani dan Berty Tarijan, mengaku terfokus untuk mempromosikan musyawarah dan mufakat sebagai norma masyarakat Indonesia. Keduanya sepakat bahwa negosiasi dan kesepakatan bipartit adalah kunci untuk mencapai solusi menang-menang bagi pekerja dan pengusaha, terutama di masa krisis seperti pandemi COVID-19.

Dalam diskusi interaktif tersebut, baik perwakilan pengusaha maupun pekerja, Aloysius Budi Santoso, Deputi Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Iwan Kusmawan, Anggota Majelis Nasional Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sepakat bahwa kedua pihak harus melakukan dialog secara terus menerus untuk menghindari konflik dan mencapai kesepakatan.

Pekerja masih mengandalkan pendekatan berbasis kekuatan melalui demonstrasi. Dengan kemampuan negosiasi yang lebih baik, baik pekerja maupun pengusaha dapat memanfaatkan mekanisme bipartit untuk mencapai kesepakatan."

Ida Susanti, dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan
“Saya sangat percaya bahwa mekanisme bipartit merupakan mekanisme kunci untuk penyelesaian perselisihan di tingkat perusahaan. Namun, jangan menunggu sampai kita berkonflik untuk dapat memanfaatkan lembaga bipartit ini dengan sebaik-baiknya,” kata Budi. Demikian pula Iwan menekankan pendekatan persuasif sebagai bagian dari mekanisme bipartit. “Baik manajemen dan pekerja harus berdialog secara terus menerus.”

Ida Susanti, dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, memaparkan hasil kajiannya tentang mekanisme dan mediasi bipartit. Ia mengingatkan, mekanisme bipartit menjadi penting karena Undang-Undang Cipta Kerja yang baru lebih menitikberatkan pada perundingan dan kesepakatan bipartit.

Oleh karena itu, Ida mengingatkan perlunya peningkatan keterampilan berunding para pekerja untuk membangun rasa saling percaya dengan pengusaha. “Pekerja masih mengandalkan pendekatan berbasis kekuatan melalui demonstrasi. Dengan kemampuan negosiasi yang lebih baik, baik pekerja maupun pengusaha dapat memanfaatkan mekanisme bipartit untuk mencapai kesepakatan,” tambahnya.

Penguatan kapasitas mediator

Sebagai tindak lanjut langsung dari webinar, diadakan dua gelombang program pelatihan mediator yang diikuti oleh lebih dari 400 mediator di seluruh Indonesia. Program pelatihan ini difasilitasi oleh Layanan Mediasi dan Konsiliasi Federal (FMCS) Amerika Serikat.

Didirikan pada 1947, FMCS bertujuan untuk melestarikan dan mempromosikan perdamaian dan kerja sama manajemen dengan pekerja. FMCS adalah lembaga federal independen yang berdiri sendiri dan mandiri karena memungkinkan para mediator untuk terfokus hanya membantu para pihak dalam menyelesaikan perselisihan, tanpa mengkhawatirkan pertanyaan tentang hukum atau hak.

Dengan jumlah mediator kurang dari 900 orang, kita perlu memastikan regenerasi mediator dan penerapan sistem mediasi yang efektif karena sebagian besar perselisihan hubungan industrial ditangani oleh para mediator."

Heru Widianto, Direktur Lembaga Hubungan Industrial dan Pencegahan Perselisihan Kementerian Ketenagakerjaan
Program pelatihan ini berfokus pada teori dan praktik mediasi, termasuk standar mediasi—dengan maksud untuk mengidentifikasi masalah dan faktor yang dapat membuat mediasi lebih efektif sebagai proses penyelesaian perselisihan. Para peserta dikenalkan dengan berbagai model, alat dan etika mediasi. Dalam sesi praktik, mereka belajar untuk mendapatkan kesepakatan dari para pihak yang berselisih.

Heru Widianto, Direktur Lembaga Hubungan Industrial dan Pencegahan Perselisihan Kementerian Ketenagakerjaan, menegaskan Kementerian Ketenagakerjaan terus mendukung peningkatan kapasitas para mediator, termasuk sistem sertifikasi dan peningkatan tunjangan personel untuk pengembangan sistem mediasi di Indonesia.

“Dengan jumlah mediator kurang dari 900 orang, kita perlu memastikan regenerasi mediator dan penerapan sistem mediasi yang efektif karena sebagian besar perselisihan hubungan industrial ditangani oleh para mediator,” tegas Heru mengomentari pentingnya pelatihan ini untuk sistem dan mekanisme mediasi Indonesia.

Siaran langsung webinar interaktif ini dapat ditonton melalui ILO TV Indonesia.