Peluncuran Laporan Global 2009 tentang Kerja Paksa: Menghapuskan kerja paksa di Indonesia melalui penyusunan standar internasional tentang pekerja rumah tangga

Dalam sebuah studi terbaru mengenai pola kerja paksa di seluruh dunia, Organisasi Perburuhan Internasional (the International Labour Organization/ILO) menyatakan “biaya peluang” dari para pekerja yang tereksploitasi ini mencapai lebih dari 20 milyar dolar per tahun. Laporan yang bertajuk “Harga Sebuah Pemaksaan” (The Cost of Coercion), juga menyoroti meningkatnya praktik-praktik penipuan dan kriminal yang mengarahkan orang ke dalam situasi kerja paksa, dan menyerukan perlunya peningkatan upaya menghapuskan praktik-praktik tersebut.

Press release | 15 May 2009

JAKARTA (Berita ILO): Dalam sebuah studi terbaru mengenai pola kerja paksa di seluruh dunia, Organisasi Perburuhan Internasional (the International Labour Organization/ILO) menyatakan “biaya peluang” dari para pekerja yang tereksploitasi ini mencapai lebih dari 20 milyar dolar per tahun. Laporan yang bertajuk “Harga Sebuah Pemaksaan” (The Cost of Coercion) , juga menyoroti meningkatnya praktik-praktik penipuan dan kriminal yang mengarahkan orang ke dalam situasi kerja paksa, dan menyerukan perlunya peningkatan upaya menghapuskan praktik-praktik tersebut.

Laporan ini menegaskan, upaya internasional dan nasional yang intensif untuk mengurangi dan mencegah kerja paksa adalah peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan baru di tingkat nasional dan regional serta meningkatnya perlindungan sosial bagi mereka yang berisiko terhadap kerja paksa dan perdagangan. “Kerja paksa umumnya masih ditemukan negara-negara berkembang, kerapkali di ekonomi informal dan wilayah-wilayah terpencil dengan kondisi infrastruktur, pengawasan ketenagakerjaan dan penegakkan hukum yang buruk,” demikian laporan. “Hal ini hanya dapat ditanggulangi melalui kebijakan dan program terpadu yang memadukan penegakkan hukum dengan tindakan pencegahan dan perlindungan yang proaktif, serta memberdayakan mereka yang berisiko terhadap kerja paksa agar mampu membela hak-hak mereka.”

Laporan akan diluncurkan secara nasional di Indonesia pada Selasa, 19 Mei 2009, dari pukul 13.30 WIB di Cosi Hong Kong Macau Café, Plaza FX, lantai dua, Gerbang 1, Senayan, Jakarta. Peluncuran ini akan diikuti dengan dialog interaktif berjudul “Standar Internasional tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga: Satu Upaya Terpadu untuk Menghapuskan Kerja Paksa”, yang terfokus pada kelompok penduduk yang rentan terhadap kerja paksa, seperti pekerja rumah tangga yang bekerja di Indonesia dan di luar negeri.

Dialog ini, bekerjasama dengan SmartFM Network, sebuah stasiun radio nasional, akan disiarkan langsung di lima provinsi: Jakarta, Medan, Makassar, Balikpapan, dan Semarang.

Dialog ini akan mengkaji kesenjangan perlindungan terhadap kelompok masyarakat yang rentan dari kerja paksa dan perdagangan, dan akan menyoroti pentingnya konvensi internasional untuk pekerja rumah tangga seperti yang sedang diupayakan ILO. Dialog ini pun akan membahas dan menegaskan prioritas aksi oleh Pemerintah Indonesia dan para mitra lainnya untuk membebaskan kelompok masyarakat yang rentan dari kerja paksa dan perdagangan.

Perwakilan dari Pemerintah Indonesia, Komisi Hak Asasi Manusia, konfederasi serikat pekerja, organisasi pengusaha, lembaga nasional dan internasional serta media massa akan berpartisipasi dalam diskusi ini sebagai narasumber dan peserta.

“Kita tidak boleh melupakan bahwa kerja paksa adalah tindakan kriminal yang serius dengan sanksi kriminal. Namun, kita pun harus ingat bahwa kerja paksa kerapkali tidak terdefinisikan dengan baik di dalam peraturan nasional dan karenanya sulit untuk menanggulangi berbagai cara halus yang dilakukan untuk mengekang para pekerja dari kebebasan. Tantangan saat ini adalah menanggulangi masalah ini dengan langkah terpadu, melalui pencegahan dan penegakkan hukum melalui penerapan peraturan ketenagakerjaan dan tindak pidana,” ujar Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia.

Terkait dengan kondisi di Indonesia, laporan ini mengakui upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Indonesia, seperti pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan pendirian penampungan serta pusat layanan di sejumlah kedutaan besar Indonesia di berbagai negara tujuan utama para pekerja migran Indonesia.

Langkah-langkah ini pun diakui meningkatkan layanan dan bantuan yang diberikan kepada pekerja migran Indonesia. Laporan juga menyambut baik upaya Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dalam memberikan informasi dan layanan kepada pekerja migran Indonesia, dan meningkatkan kesadaran mengenai kerentanan mereka.

Namun, menyoroti praktik-praktik yang masih terjadi dan dilakukan agen penyalur, pengusaha dan pejabat, laporan mendesak Pemerintah Indonesia untuk lebih meningkatkan kebijakan, mekanisme dan praktik agar mampu melindungi para pekerja migran Indonesia secara lebih efektif dari kerja paksa dan perdagangan. Laporan pun menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi rentan para pekerja rumah tangga migran.

Untuk itu, laporan menyoroti praktik rekrutmen yang dilakukan oleh “calo” atau perantara serta badan penyalur, biaya penempatan yang tinggi dan “tempat penampungan” milik agen di mana para pekerja rumah tangga migran dengan mudah ditahan—praktik-praktik yang dikecam dalam peraturan nasional. Laporan pun menyatakan bahwa praktik-praktik ini mendorong pekerja migran Indonesia terjebak ke dalam hutang ijon, kerja paksa dan perdagangan.

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:

Lotte Kejser
Kepala Penasihat Teknis Proyek Pekerja Migran ILO
Tel. +6221 3913112
Email

Albert Y. Bonasahat
Koordinator Nasional Proyek Pekerja Migran ILO
Tel. +6221 3913113 ext. 125
Mobile: +62812 111 6660
Email

Gita F. Lingga
Humas
Tel. +6221 3913112 ext. 115
Mobile: +62815 884 5833
Email